Kamis, 05 Juli 2018
Resume mata kuliah limbah ke 11
Pemanfaatan Bulu sebagai Hasil Ikutan Ternak
Hasil-hasil peternakan khususnya ternak setelah pemotongan mempuyai produk utama (main product) dan hasil ikutan (side product). Meskipun sebagai produk samping atau hasil ikutan ternyata masih dapat dimanfaatkan dan berguna untuk kepentingan manusia. Usaha memanfaatkan hasil ikutan ternak memberikan beberapa kontribusi keuntungan, yaitu meningkatkan higiene dan sanitasi lingkungan misalnya melalui pemberdayaan limbah pemotongan ternak, menimbulkan industri baru, serta meningkatkan nilai ekonomis hasil ternak karena penjualan hasil ikutan meningkat sehingga akan meningkatkan pendapatan peternak atau produsen daging. Salah satu ikutan ternak yang tidak dapat dimakan (inedible), yaitu bulu.
Domba telah lama diternakkan hampir di seluruh dunia termasuk Asia Tenggara. Perkembangan peternakannya di Indonesia masih sangat lambat karena umumnya dilakukan secara tradisional. Domba mempunyai peran cukup penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan dipelihara untuk mencukupi kebutuhan daging. Selama ini peternak menganggap bulu masih sebagai limbah, seperti feses, sehingga pemanfaatannya masih kurang, padahal pemanfaatan bulu domba menjadi usaha barang yang bernilai ekonomi dapat dilakukan sehingga bisa menambah pendapatan peternak. Bulu ayam yang merupakan produk samping dari pemotongan ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal, sehingga menyebabkan gangguan lingkungan (polusi).
1. Bulu Sapi
Bulu ekor dan bulu telinga sapi dapat diberi perlakuan yang sama. Bulu badan lebih sering merupakan hasil sampingan industri penyamakan kulit daripada hasil sampingan rumah potong hewan. Ini dilakukan dengan mencuci berulang-ulang, mula-mula dalam air dingin dan kemudian dalam air hangat yang sudah diberi soda. Pengeringan harus dilakukan di dalam gudang, bukan di udara terbuka (Williamson dan Payne, 1993).
3. Bulu Domba
Negara-negara yang memiliki bangsa domba tipe wool menghasilkan wool berkualitas sebagai produk utamanya, sehingga wool dapat dipintal secara modern untuk mendapatkan bahan sandang. Kegiatan pemintalan pada umumnya masih dilakukan secara sederhana di Indonesia atau Asia Tenggara. Hal ini disebabkan antara lain produksi bulu domba daerah tropis per ekornya umumnya sedikit dan bulunya tidak halus atau berdiameter besar. Menurut Gatenby (1991) bulu domba tropis mempunyai rata-rata diameter antara 26-65 mikrometer (halus), sehingga bulu tersebut hanya cocok untuk barang non sandang sepeti hiasan dinding, selimut, tas, dan lain-lain.
Bangsa domba lokal yang banyak terdapat di Indonesia adalah domba Ekor Gemuk, Ekor Tipis, dan domba Priangan. Domba Priangan merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa domba, antara lain domba Merino, domba Kaapstad dan domba Lokal (Merkens & Soemirat, 1926). Produksi wool domba persilangan tipe daging dengan tipe wool selalu lebih rendah dari induk murninya (Duldjaman et all, 2006). Menurut Lupton dan Pfeiffer (1998) medulla sangat berguna untuk menentukan tipe wool, tetapi sangat tidak diinginkan dalam mohair atau wool untuk bahan pakaian.
Rataan diameter bulu domba Priangan untuk bulu halus 30,13±13,11 mikrometer (tipe wool sedang kelas kasar) dan bulu kasar 130,44±20,58 mikrometer. Diameter serat bulu ini merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kehalusannya (Syamyono, 2002). Menurut Bustomy (1996) domba Persilangan Merino mempunyai diameter bulu 23,6 ±4,93 mikromete
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar